MENGGAULI ISTRI SETELAH HAID
a. Deskripsi masalah
Seorang kaum hawa dalam aspek hukum sangat banyak
sekali yang bersinggungan dengan orang laki, satu contoh saat mereka haid
mereka dilarang untuk melakukan ritual ibadah shalat dan ibadah-ibadah yang
sudah maklum dalam leteretur fikih, tapi masalahnya ketika seorang perempuan
kedatangan tamu bulanannya suami harus menunggu darah berhenti, agar bisa untuk
menggauli. suami kadang tidak kuat untuk menahan hasrat lama-lama hingga ketika
dia mendengar bahwa istrinya sudah putus darah haid dia langsung menggauli
tanpa harus menunggu istri mandi besar dulu. Ironisnya istri pun juga mengamini
kemauman suami.
b. Pertanyaan:
Bolehkah
menggauli istri yang baru bersih dari haid sementara dia belum mandi besar?
c.
Jawaban:
Yang
kuat dalam mazhab asy-Syafi’i tidak diperbolehkan. Demikian ini berdasarkan
pada penggalan ayat ke 222 dalam surat al –Baqoroh yaitu :
وََلَا
تَقْرَبُوْهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ
Dan
jangan kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci “.
“Sebelum
mereka suci” dalam ayat ini diartikan dengan: “sebelum mereka mandi” tidak
diartikan sebelum mereka berhenti keluar darah” meskipun ada pendapat yang
mengartikan dengan yang ke-dua.
d.
Rujukan:
(قَوْلُهُ: حَلَّ لَهَا قَبْلَ الْغُسْلِ صَوْمٌ)
أَيْ لِاَنَّ سَبَبَ تَحْرِيْمِهِ خُصُوْصُ الْحَيْضِ، وَإِلَّا لَحَرُمَ عَلَى الْجُنُبِ. وَيَحِلُّ
أَيْضًَا طَلَاقُهَا لِزَوَالِ مُقْتَضَى التَّحْرِيْمِ وَهُوَ تَطْوِيْلُ العِّدَّةِ.(قَوْلُهُ:
لَا وَطْئ) أَيْ أَمَّا هُوَ فَيَحْرُمُ، لِقَوْلِهِ تَعَالَى: (وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ
حَتَّى يَطْهُرْنَ) وَقَدْ قُرِئَ بِالتَّشْدِيْدِ وَالتَّخْفِيْفِ.أَمَّا قِرَاءَةُ
التَّشْدِيْدَ فَهِيَ صَرِيْحَةٌ فِيْمَا ذُكِرَ، وَأَمَّا التَّخْفِيْفُ فَإِنْ كَانَ
الْمُرَادُ بِهِ أَيْضًا الْاِغْتِسَالُ - كَمَا قَالَ بِهِ ابْنُ عَبَّاسٍ وَجَمَاعَةٌ،
لِقَرِيْنَةِ قَوْلِهِ تَعَالَى (فَإِذَا تَطَهَّرْنَ) - فَوَاضِحٌ، وَإِنْ كاَنَ الْمُرَادُ
بِهِ انْقِطَاعُ الْحَيْضِ فَقَدْ ذَكَرَ بَعْدَهُ شَرْطًا آخَرَ وَهُوَ قَوْلُهُ تَعَالَى:
(فَإِذَا تَطَهَّرْنَ) فَلَا بُدَّ مِنْهُمَا مَعًا.قَوْلُهُ: (خِلَافًا لِمَا بَحَثَهُ
الْعَلَّامَةُ الْجَلَالُ السُّيُوْطِيُّ) أَيْ مِنْ حِلِّ الْوَطْئِ أَيْضًا بِالْاِنْقِطَاعِ.
(إعانة الطالبين، جـ 1/ صـ
89)