a. Deskripsi Masalah
Sudah mentradisi dimasyarakat
kota ataupun desa ketika ada di antara keluarganya yang meninggal mereka
menaburi bunga di diatas kuburan mayit. Bentuknya pun berbeda-beda ada yang
mencampurinya dengan minyak wangi, ada juga yang merendam dalam air. Bunga yang
mereka pakai pun juga berbeda pula, ada yang kering, ada yang masih segar.
Benktuk bunganya pun berbeda pula, ada yang memakai mawar saja, ada yang
memakai mawar campur melati dll.
b. Pertanyaan:
Bagaimana hukum menaburi dedaunan
(bunga) pada kuburan, kalau boleh atau ada anjuran, apa memang khusus dedaunan
yang belum kering, dan jika kering bagaimana ?
c. Jawaban:
Meletakkan dedaunan (termasuk bunga) di
atas kuburan itu disunahkan, karena ikut pada Nabi Muhammad e. Dan meletakkan dedaunan (bunga) juga bisa meringankan beban
mayit yang ada dalam kubur, dengan berkah tasbih dari dedaunan(bunga) yang
ditaburkan di atas kuburan tersebut. Hal ini landaskan pada nash syariat, bahwa
setiap sesuatu bertasbih dengan caranya sendiri–sendiri .
Dilihat dari nash syariat tersebut,
mestinya yang bertasbih tidak tertentu hanya benda hidup (yang masih basah),
bahkan yang kering pun juga bisa bertasbih. Hanya saja tasbih dari daun yang
belum kering lebih sempurna dari pada daun yang kering. Maka dari itu,
meletakkan daun kering di atas kuburan tetap sunah, namun meletakkan daun yang
masih basah dianggap lebih utama karena lebih sempurna dan dikategorikan
tumbuhan yang masih hidup.
d.
Rujukan:
(مُهِمَّةٌ ) يُسَنُّ وَضْعُ جَرِيْدَةٍ خَضْرَاَء
عَلىَ الْقَبْرِ لِلْاِتِّبَاعِ وَلِأّنَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُ بِبَرَكَةِ تَسْبِيْحِهَا وَقِيْسَ بِهَا مَا اعْتِيْدَ مِنْ طَرْحِ نَحْوِ الرَّيْحَانِ
الرَّطْبِ.
(قَوْلُهُ مُهِمَّةٌ
يُسَنُّّ وَضْعُ جَرِيْدَةٍ إلخ ) وَيُسَنُّ أَيْضًا وَضْعُ حَجَرٍ أَوْ خَشَبَةٍ عِنْدَ
رَأْسِ الْمَيِِّتِ لِأَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيِْهِ وَسَلَّمَ وَضَعَ عِنْدَ رَأْسِ
عُثْمَانَ بْنَ مَظْعُوْنٍ صَخْرَةً وَقَالَ أَتَعَلَّمُ بِهَا قَبْرَ أَخِيْ لِأَدْفَنَ
فِيْهَ مَنْ مَاتَ مِنْ أَهْلِيْ
وَرَشُّ الْقَبْرَ بِالْمَاءِ لِئَلَّا يَنْسِفَهُ
الرِّيْحُ وَلِأَنَّهُ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَ ذَلِكَ بِقَبْرِ ابْنِهِ
إِبْرَاهِيْمَ
رَوَاُه الشَّافِعِيُّ وَبِقَبْرِ سَعْدٍ رَوَاُه
ابْنُ مَاجَهٍ وَأَمَرَ بِهِ فِيْ قَبْرِ عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُوْنٍ رَوَاهُ التُّرْمُذِيُّ وَسَعْدٌٌ هَذَا هُوَ ابْنُ مُعَاذٍ وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَكُوْنَ
الْمَاءُ طَاهِرًا طَهُوْرًا بَارِدًا تَفَاؤُلًا بِأَنَّ اللهَ تَعَالَى يُبْرِدُ
مَضْجَعَهُ وَيُكْرَهُ
رَشُّهُ بِمَاءِ وَرْدٍ وَنَحْوِهِ لِأَنَّهُ إِسْرَافٌ وَإِضَاعَةُ مَالٍ. (إعانة
الطالبين، جـ 2 /صـ 119)
( فَرْعٌ
) يُسَنُّ وَضْعُ جَرِيدَةٍ خَضْرَاءَ عَلَى الْقَبْرِ لِلِاتِّبَاعِ وَسَنَدُهُ صَحِيحٌ
وَلِأَنَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُ بِبَرَكَةِ تَسْبِيحِهَا إذْ هُوَ أَكْمَلُ مِنْ تَسْبِيحِ
الْيَابِسَةِ لِمَا فِي تِلْكَ مِنْ نَوْعِ حَيَاةٍ وَقِيسَ بِهَا مَا اُعْتِيدَ مِنْ
طَرْحِ الرَّيْحَانِ وَنَحْوِهِ وَيَحْرُمُ أَخْذُ ذَلِكَ كَمَا بَحَثَ لِمَا فِيهِ
مِنْ تَفْوِيتِ حَقِّ الْمَيِّتِ وَظَاهِرُهُ أَنَّهُ لَا حُرْمَةَ فِي أَخْذِ يَابِسٍ
أَعْرَضَ عَنْهُ لِفَوَاتِ حَقِّ الْمَيِّتِ بِيُبْسِهِ وَلِذَا قُيِّدَ وَأُنْدِبَ
الْوَضْعُ بِالْخَضِرَةِ وَأَعْرَضُوا عَنْ الْيَابِسِ بِالْكُلِّيَّةِ نَظَرًا لِتَقْيِيدِهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ التَّخْفِيفَ بِالْأَخْضَرِ بِمَا لَمْ يَيْبَسْ.
(تحفة المحتاج في شرح المنهاج، جـ 11/ صـ 394)
Sumber : Hasil Musyawaroh Santri Sidogiri