Kesalahan Nadhir atau Takmir Masjid Yang Banyak Terjadi
Assalamualikaum Wrb. Hai shohabat bloger semua… gimana punya kabar
nih? Masih baik-baik aja kan? Mudah-mudahan Allah selalu melindungi kita ya?
Dalam keadaan sehat wal afiat.. Amin ya robbal alamin. J J J Eh ada yang tau gak? Nadhir atau Takmir masjid itu seperti
apa? Fungsi-fungsinya bagaimana? Definisi Nadhir atau Takmir masjid itu
apa? Masih banyak yang belum tahu kan? Ya kan? Hehe.. Bahkan dari kalangan kita
(orang muslim) sangat banyak yang masih belum mengerti apa nadhir atau
takmir masjid itu sebenarnya? Bahkan lebih parahnya lagi nih, orang yang
menjadi nadhir atau takmir masjid itu sendiri kadang masih belum
mengerti apa arti nadhir atau takmir masjid itu sebenarnya? Parah kan? He he.. sungguh
terlalu!! Hehe… jadi ingat sama lagunya bang haji roma irama aja. Oke.. sebelum
kita ke titik pembahasan, mari kita fahami takrif atau definisi dari nadhir
atau takmir masjid itu seprti apa?
Takmir
masjid.
Istilah Takmir masjid sebenarnya tidak di kenal dalam ilmu fiqih.
Secara bahasa takmir berarti meramaikan. Takmir masjid berarti meramaikan
masjid. Bisa jadi istilah yang popular di Indonesia ini adalah merujuk pada
ayat Al-Qur’an yang berbunyi :
اِنَّمَا
يَعْمُرُ مَسَجِدَ اللهِ مَنْ آمَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْأَخِرِ وَأَقَامَ
الصَّلَوةَ وَءَاتَى الزَّكَوةَ وَلَمْ يَخْشَ اِلَّا اللهَ فَعَسَى اُولَئِكَ
اَنْ يَكُوْنُوا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ (18)
“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah
orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan
sholat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) kecuali kepada
Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang
yang mendapat petunjuk”.
Surah At-Taubah ayat 18.
Apabila dilihat pada fungsi dan tugas-tugas takmir
masjid yang terdiri dari beberapa pengurus yang memiliki tugas-tugas dan
wewenang sesuai dengan jabatannya. Ketakmiran masjid ini adakalanya tercakup
dalam fungsi dan tugas nadhir.
·
Nadhir
Masjid.
Secara umum nadhir masjid itu adalah : Orang yang
bertanggung jawab dalam hal-hal yang berkenaan dengan masjid. Kesimpulan secara
umum adalah Antara takmir masjid dan nadhri masjid itu sama saja, hanya saja
nadhir itu lebih umum daripada takmir.
Mari
kita pada titik pembahasan. (kesalahan yang banyak terjadi pada nadhir
atau takmir masjid)
Orang yang akan menjadi nadhir masjid itu harus
memenuhi 2 syarat, yaitu : Al-Adalah , Yaitu : orang yang dapat di
percaya dan mempunyai prilaku baik. Dan Al-kifayah wal ihtidak ilat tasaharruf,
Yaitu : Orang yang memiliki kemampuan dalam mengelola harta waqof. (ini sesuai
dengan keterangan dalam kitab hasiah
As-Syirwani 6/288) jadi orang yang tidak memenuhi syarat diatas, maka
tidak boleh dijadikan nadhir masjid.
- Tugas – Tugas Nadhir Masjid.
Secara umum tugas nadhir masjid adalah : bertanggung
jawab atas segala hal yang menyangkut pengelolaan, pemanfaatan, perawatan, dan
pengembangan harta masjid, jadi nadhir itu harus betul-betul siap dan bijaksana
dalam menjalankan tugas yang ia sandang. Semua kebijakan yang diambil oleh
nadhir masjid harus selalu mempertimbangkan kemaslahatan yang kembali kepada
masjid. Penggunaan harta masjid harus didasarkan kepada kepentingan masjid yang bersangkutan. Kerna
setiap sesuatu yang berkaitan dengan masjid, tidak boleh digunakan pada
kepentingan selain masjid. Baik kepentingan itu bersifat pribadi atau bersifat
umum. Secara rinci tugas tersebut (Tugas nadhir masjid) dapat dibagi
menjadi 3 bagian.
- Mengelola harta masjid
Yang dimaksud dari harta masjid adalah : semua harta
yang dimiliki masjid. Kata lain dari harta masjid adalah : aset masjid. Yang
mana aset masjid ini terbagi 2 macam. Yaitu : aset masjid yang berupa milik dan
aset masjid yang berupa waqof. Aset masjid itu bisa dikategorikan milik,
apabila diperoleh dari hasil hibah(pemberian) atau shodaqoh. Contohnya : ada
seseorang yang bernama junaidi memberikan karpet pada takmir masjid.
Atau menshodaqohkan karpet tersebut dengan mengatakan “karpet ini saya
hibahkan(berikan) atau saya shodaqohkan kepada masjid”, dengan si junaidi
mengatakan seperti itu, maka secara otomatis benda itu menjadi aset masjid yang
berupa milik. Dan aset masjid itu bisa dikategorikan berupa waqof. Jika diperoleh dari waqofan seseorang.
Contohnya : ada seseorang yang mewaqofkan sebidang tanah, dengan mengatakan
pada takmir masjid. “tanah ini saya waqofkan untuk masjid” dengan perkataan
tersebut, maka otomatis tanah itu menjadi aset masjid yang berupa waqof. Cara
merawat aset-aset masjid itu terkadang sama. Baik yang berupa milik atau berupa
waqof.
Asas pengelolaan harta masjid adalah kemaslahatan
yang kembali pada masjid. Artinya segala kebijakan yang diambil oleh nadhir,
harus selalu mengacu pada kepentingan masjid. Penggunaan harta masjid tidak
boleh di dasarkan pada kepentingan pribadi atau lembaga di luar masjid yang
bersangkutan. Harta masjid tidak sah di hibahkan, dipinjamkan dan dihutangkan kepada
pihak manapun. Karna masjid sebagai lembaga bukan tergolong sebagai Ahliatut
tabarru’ (yang dapat berderma dan
memberi pinjaman). Pada umumnya pengurus masjid banyak yang kurang
memperhatikan tentang pemanfaatan harta masjid. Sering dijumpai harta masjid
digunakan bukan semestinya, yaitu baik berupa kepentingan pribadi, baik
pribadi pengurus atau orang lain, seperti menggunakan inventaris masjid, pondok
atau madrasah untuk acara pernikahan dan lain-lain. Kecuali acara nikahnya
berada dalam masjid itu sendiri. Maka tidak ada masalah meminjam inventaris
masjid. Karna acara nikah itu hukumnya sunnat di dalam masjid. Artinya, masih
ada kemaslahatannya masjid. Jadi. Tidak ada masalah alias tidak apa2
meminjamkan inventaris masjid untuk acara niakah di dalam masjid. Juga tidak
boleh meminjamkan atau menghutangkan uang masjid atau pondok atau madrasah pada
semua pihak manapun. Praktek ini jelas haram hukumnya dan tergolong ghosab.
Meskipun atas seijin ketua atau pengurus lainnya, baik pengurus tersebut
memperoleh gaji atau tidak. Sebab pemanfaatan harta masjid, harus sepenuhnya
untuk kepentingan masjid (bukan kepentingan yang lain).
Nadhir masjid juga di tuntut untuk sedapat mungkin
untuk mengembangkan harta masjid yang berpotensi mendatangkan keuntungan.
Bahkan jika dimungkinkan, harta masjid yang tidak sedang dibutuhkan untuk keperluan masjid, dapat diperdagangkan
untuk memperoleh keuntungan. Dalam usaha mengembangkan harta masjid, nadhir
dituntut untuk berlaku berhati-hati, sebelum memutuskan. Resiko kerugian harus
secara cermat diperhitungkan.(ini sesuai dengan keterangan kitab hasyiah
Al-qulyubi 2/305)
2. Menyalurkan harta masjid secara proporsional.
Harta yang dimiliki masjid, harus disalurkan sesuai
dengan keperuntukannya. Penggunaan harta masjid secara umum terbagi menjadi 2
macam. Yaitu :
1. Imaroh. Yaitu: segala kebutuhan masjid yang berkaitan
dengan fisik masjid. Seperti pembangunan fisik, pagar, cat dan lain-lain.
Termasuk dalam kategori ini, keperluan masjid yang berkaitan dengan kebersihan
masjid dan peralatannya, seperi sapu dan lain-lain. Juga gaji yang diberikan
untuk petugas kebersihan masjid.
2.
Masholaeh,
yaitu : segala kebutuhan yang berkaitan dengan
kepentingan masjid, baik untuk keperluan fisik masjid sebagaimana dalam bagian
pertama atau keperluan – keperluan lainnya, seperi karpet, penerangan masjid,
pengeras suara, bahkan makanan yang disajikan untuk jamaah, jika diperlukan
untuk meramaikan masjid, dan lain-lain. Bagian ini sifatnya lebih umum
dibandingkan daripada bagian pertama.
Aset masjid yang berupa waqof. Harus disesuaikan
dengan peruntukan waqof tersebut. Jika didapat dari hasil waqof untuk
pembangunan masjid (imaroh), maka hasil waqof tersebut hanya dapat dipergunakan
untuk pembangunan masjid, dan jika didapat dari hasil waqof untuk kebutuhan
masjid(masholeh) atau tidak ada penjelasan secara rinci dari waqif(orang yang
mewaqofkan),maka hasil waqof dapat dipergunakan untuk semua kepentingan masjid.
Demikian pula aset masjid yang berupa milik(hasil hibah atau shodaqoh), jika
penyumbang menyatakan pemberian tersebut hanya untuk pembangunan misalnya, maka
sumbangan tersebut hanya dapat dipergunakan untuk hal yang berkaitan dengan
pembangunan masjid. Dan apabila tidak dinyatakan, maka dapat dipergunakan untuk
semua kepentingan masjid.
Hukum membuat hiasan atau aksesoris masjid. Menjadi perdebatan
para ulama’. Ada yang memperbolehkan, asal tidak menggunakan uang masjid dan
adapula yang mengharamkan. Sebagian yang lain menyatakan makruh, jika dapat
mengganggu konsentrasi orang yang sholat. Menurut sebagian ulama’ madhab
syafi’i. jika dimaksudkan untuk memperindah masjid sehingga nampak megah dan
agung. Maka hukumnya adalah boleh, bahkan tergolong kabaikan.
3. Menjaga
dan merawat masjid.
Salah satu tugas utama nadhir adalah menjaga
dan merawat masjid agar tetap terawat sehingga terasa nyaman bagi pngunjung.
Disamping merawat kondisi masjid, nadhir juga harus mengawasi penggunaan fungsi
masjid dan segala aktifitas yang dimilikinya. Masjid dan fasilitas yang
dimiliki tetap harus terjaga dari penggunaan yang bukan semestinya. Bagian
fisik masjid tidak boleh dirubah atau dibongkar tanpa ada sebab yang
menuntutnya. Menurut pendapat ulama’ madhab syafi’I, pembongkaran pembangunan
masjid hanya boleh karna alasan yang mendesak. Seperti perluasan masjid, karna
sudah tidak menampung para jamaah, arah qiblat masjid tidak tepat, sehingga
harus dibongkar dan di luruskan tepat ke arah qiblat. Atau rapuhnya bangunan
yang harus di renovasi. Rnovasi masjid tidak boleh dilakukan hanya karna alasan
mengikuti model. Apabila dilakukan renovasi atau perluasan masjid karena
perluasan atau banguna yang sudah rapuh, maka sisa bongkaran masjid harus
disimpan jika masih dibutuhkan, untuk dipergunakan kembali. Dan jika tidak
dibutuhkan lagi atau tidak memungkinkan untuk disimpan, maka boleh dijual,
hasil dari penjualan sedapat mungkin dipergunakan untuk membeli barang sejenis.
Menurut syeikh muhammad bin abdurrohman
Al-Ahdal, hasil dari penjualan dipergunakan untuk semua kemaslahatannya masjid.
Inventaris aset masjid yang berupa milik, seperti
karpet,speaker dan lain-lain yang dibeli dengan uang milik masjid hukumnya
dapat dijual apabila diperlukan. Sedangkan yang di dapat dari waqof. (aset
masjid berupa waqof) maka tidak boleh dijual. Penerangan masjid adalah satu
fasilitas penting yang dimiliki masjid. Bahkan sunnah hukumnya menyediakan
fasilitas lampu dan alas lantai di dalam masjid. Nadhir berkewajiban untuk
memperhatikan penggunaan lampu penerangan masjid. Artinya penggunaan lampu
harus disesuaikan dengan kebutuhan. Penggunaan lampu secara berlebihan hukumnya
adalah Haram, karna pemborosan kas masjid. Pada malam hari ketika jamaah
sudah tidak ada, seluruh penerangan masjid harus dimatikan, kecuali beberapa
lampu kecil untuk penerangan bangunan masjid agar tetap terlihat megah.(ini
sesuai dengan keterangan kitab Fatawa Al-kubro)
Untuk menjaga keamanan masjid dan barang-barang yang
dimiliki masjid, nadhir dibenarkan menutup pintu masjid sebagai langkah
antisipasi. Masjid sebagai tempat beribadah harus terjaga kesuciannya, benda
najis tidak boleh ada yang masuk kedalam masjid. Jika terlihat najis di dalam
masjid, maka harus segera disucikan, adapun membawa sandal kedalam masjid,
sebagaimana yang umum terjadi, hukumnya diperbolehkan apabila terjaga dari
najis. Dengan cara dibungkus atau dibersihkan terlebih dahulu. Menurut para
ulama’ mengajar anak – anak kecil di masjid hukumnya adalah di perbolehkan,
dengan syarat harus menjaga mereka dari ramai-ramai, bermain dan mengotori
masjid. Demikian juga makanan – makanan atau membagi makanan di dalam masjid.
Pada dasarnya adalah diperbolehkan, kecuali apabila mengakibatkan kotornya
masjid.
Seyikh muhammad bin abdurrohman mengatakan : dan
telah berlaku kebiasaan disebagian daerah, melaksanakan seperti hataman qur’an
di dalam masjid, dan membagi-bagikan kopi manisan dan sesamanya. Juga terdapat
anak - anak kecil, sehingga menyebabkan kotornya masjid. Yang demikian ini
hukumnya adalah haram. Meskipun bershodaqoh sendiri adalah bagian dari ibadah.
Akan tetapi apabila bersamaan dengan hal yang diharamkan maka dapat menjadi haram
hukumnya. Dan jika mau menyelenggarakan acara tersebut, serta membagi-bagi
shodaqoh, maka harus terjaga dari hal-hal yang diharamkan dalam masjid. Yakni
mengotori masjid, tidak menghormati masjid dan anak kecil beramai-ramai di
masjid. Lalu beliau berkata : sekiranya pembagian kopi atau manisan dan
sesamanya dapat mengundang kehadiran anak anak kecil. Sehingga merusak
kehormatan masjid, maka orang yang melaksanakan acara ini berdosa, karna
perbuatan yang menyebabkan kemaksiatan tergolong perbuatan yang maksiat. Dan
wajib bagi yang mampu untuk menjcegahnya, untuk mencegah. Apabila dengan
kehadirannya menybabkan hilang kemungkaran ini, maka harus mendatanginya atau
melarangnya, dan jika ia tidak mampu mencegahnya, maka haram untuk
mendatanginya. Selanjutnya beliau berkata : dan berdosa para orang tua yang
membiarkan anaknya merusak kehormatan masjid dengan bermain, ramai-ramai
seperti umumnya anak-anak zaman sekarang.(ini sesuai dengan keterangan kitab
Umadatu Al-mufti wa al-mustafti)
Kesimpulannya, kita sebagai nadhir, harus betul-betul menjaga dan menjalankan aset masjid dengan secara hati-hati. (jangan dibuat sembarangan) oke... :-) hanya itu dari saya, mudah mudahan bisa bermanfaan bagi kita semua. terutama yang menjadi nadhir atau takmir masjid. :-)
Wassalamualaikum WrWb.
Keterangan ini saya ambil ketika kursus waqof masjid madrasah dan pondok pesantren. yang dikursus oleh Ustd. Gus Muhib Pasuruan. Mudah-Mudahan Kita Mendapat Barokahnya beliau. Amin.... Ya Robbal Alamin.
12 Robiul Awal 1437 H.