Rabu, 23 Desember 2015

Kesalahan Nadhir Atau Takmir Masjid Yang Banyak Terjadi


Kesalahan Nadhir atau Takmir Masjid Yang Banyak Terjadi


Assalamualikaum Wrb. Hai shohabat bloger semua… gimana punya kabar nih? Masih baik-baik aja kan? Mudah-mudahan Allah selalu melindungi kita ya? Dalam keadaan sehat wal afiat.. Amin ya robbal alamin. J J J Eh ada yang tau gak? Nadhir atau Takmir masjid itu seperti apa? Fungsi-fungsinya bagaimana? Definisi Nadhir atau Takmir masjid itu apa? Masih banyak yang belum tahu kan? Ya kan? Hehe.. Bahkan dari kalangan kita (orang muslim) sangat banyak yang masih belum mengerti apa nadhir atau takmir masjid itu sebenarnya? Bahkan lebih parahnya lagi nih, orang yang menjadi nadhir atau takmir masjid itu sendiri kadang masih belum mengerti apa arti nadhir atau takmir masjid itu sebenarnya? Parah kan? He he.. sungguh terlalu!! Hehe… jadi ingat sama lagunya bang haji roma irama aja. Oke.. sebelum kita ke titik pembahasan, mari kita fahami takrif atau definisi dari nadhir atau takmir masjid itu seprti apa?

       Takmir masjid.
Istilah Takmir masjid sebenarnya tidak di kenal dalam ilmu fiqih. Secara bahasa takmir berarti meramaikan. Takmir masjid berarti meramaikan masjid. Bisa jadi istilah yang popular di Indonesia ini adalah merujuk pada ayat Al-Qur’an yang berbunyi :


اِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَجِدَ اللهِ مَنْ آمَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْأَخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَوةَ وَءَاتَى الزَّكَوةَ وَلَمْ يَخْشَ اِلَّا اللهَ فَعَسَى اُولَئِكَ اَنْ يَكُوْنُوا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ  (18) 
 
 “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) kecuali kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. Surah At-Taubah ayat 18.  

Apabila dilihat pada fungsi dan tugas-tugas takmir masjid yang terdiri dari beberapa pengurus yang memiliki tugas-tugas dan wewenang sesuai dengan jabatannya. Ketakmiran masjid ini adakalanya tercakup dalam fungsi dan tugas nadhir. 

·           Nadhir Masjid.
Secara umum nadhir masjid itu adalah : Orang yang bertanggung jawab dalam hal-hal yang berkenaan dengan masjid. Kesimpulan secara umum adalah Antara takmir masjid dan nadhri masjid itu sama saja, hanya saja nadhir itu lebih umum daripada takmir. 

Mari kita pada titik pembahasan. (kesalahan yang banyak terjadi pada nadhir atau takmir masjid)
Orang yang akan menjadi nadhir masjid itu harus memenuhi 2 syarat, yaitu : Al-Adalah , Yaitu : orang yang dapat di percaya dan mempunyai prilaku baik. Dan Al-kifayah wal ihtidak ilat tasaharruf, Yaitu : Orang yang memiliki kemampuan dalam mengelola harta waqof. (ini sesuai dengan keterangan dalam kitab hasiah  As-Syirwani 6/288) jadi orang yang tidak memenuhi syarat diatas, maka tidak boleh dijadikan nadhir masjid.
  • Tugas – Tugas Nadhir Masjid.
Secara umum tugas nadhir masjid adalah : bertanggung jawab atas segala hal yang menyangkut pengelolaan, pemanfaatan, perawatan, dan pengembangan harta masjid, jadi nadhir itu harus betul-betul siap dan bijaksana dalam menjalankan tugas yang ia sandang. Semua kebijakan yang diambil oleh nadhir masjid harus selalu mempertimbangkan kemaslahatan yang kembali kepada masjid. Penggunaan harta masjid harus didasarkan kepada  kepentingan masjid yang bersangkutan. Kerna setiap sesuatu yang berkaitan dengan masjid, tidak boleh digunakan pada kepentingan selain masjid. Baik kepentingan itu bersifat pribadi atau bersifat umum. Secara rinci tugas tersebut (Tugas nadhir masjid) dapat dibagi menjadi 3 bagian.

  1. Mengelola harta masjid
Yang dimaksud dari harta masjid adalah : semua harta yang dimiliki masjid. Kata lain dari harta masjid adalah : aset masjid. Yang mana aset masjid ini terbagi 2 macam. Yaitu : aset masjid yang berupa milik dan aset masjid yang berupa waqof. Aset masjid itu bisa dikategorikan milik, apabila diperoleh dari hasil hibah(pemberian) atau shodaqoh. Contohnya : ada seseorang yang bernama junaidi memberikan karpet pada takmir masjid. Atau menshodaqohkan karpet tersebut dengan mengatakan “karpet ini saya hibahkan(berikan) atau saya shodaqohkan kepada masjid”, dengan si junaidi mengatakan seperti itu, maka secara otomatis benda itu menjadi aset masjid yang berupa milik. Dan aset masjid itu bisa dikategorikan berupa waqof.  Jika diperoleh dari waqofan seseorang. Contohnya : ada seseorang yang mewaqofkan sebidang tanah, dengan mengatakan pada takmir masjid. “tanah ini saya waqofkan untuk masjid” dengan perkataan tersebut, maka otomatis tanah itu menjadi aset masjid yang berupa waqof. Cara merawat aset-aset masjid itu terkadang sama. Baik yang berupa milik atau berupa waqof. 

Asas pengelolaan harta masjid adalah kemaslahatan yang kembali pada masjid. Artinya segala kebijakan yang diambil oleh nadhir, harus selalu mengacu pada kepentingan masjid. Penggunaan harta masjid tidak boleh di dasarkan pada kepentingan pribadi atau lembaga di luar masjid yang bersangkutan. Harta masjid tidak sah di hibahkan, dipinjamkan dan dihutangkan kepada pihak manapun. Karna masjid sebagai lembaga bukan tergolong sebagai Ahliatut tabarru’ (yang dapat berderma dan memberi pinjaman). Pada umumnya pengurus masjid banyak yang kurang memperhatikan tentang pemanfaatan harta masjid. Sering dijumpai harta masjid digunakan bukan semestinya, yaitu baik berupa kepentingan pribadi, baik pribadi pengurus atau orang lain, seperti menggunakan inventaris masjid, pondok atau madrasah untuk acara pernikahan dan lain-lain. Kecuali acara nikahnya berada dalam masjid itu sendiri. Maka tidak ada masalah meminjam inventaris masjid. Karna acara nikah itu hukumnya sunnat di dalam masjid. Artinya, masih ada kemaslahatannya masjid. Jadi. Tidak ada masalah alias tidak apa2 meminjamkan inventaris masjid untuk acara niakah di dalam masjid. Juga tidak boleh meminjamkan atau menghutangkan uang masjid atau pondok atau madrasah pada semua pihak manapun. Praktek ini jelas haram hukumnya dan tergolong ghosab. Meskipun atas seijin ketua atau pengurus lainnya, baik pengurus tersebut memperoleh gaji atau tidak. Sebab pemanfaatan harta masjid, harus sepenuhnya untuk kepentingan masjid (bukan kepentingan yang lain).

Nadhir masjid juga di tuntut untuk sedapat mungkin untuk mengembangkan harta masjid yang berpotensi mendatangkan keuntungan. Bahkan jika dimungkinkan, harta masjid yang tidak sedang dibutuhkan  untuk keperluan masjid, dapat diperdagangkan untuk memperoleh keuntungan. Dalam usaha mengembangkan harta masjid, nadhir dituntut untuk berlaku berhati-hati, sebelum memutuskan. Resiko kerugian harus secara cermat diperhitungkan.(ini sesuai dengan keterangan kitab hasyiah Al-qulyubi 2/305)  

2.  Menyalurkan harta masjid secara proporsional.

Harta yang dimiliki masjid, harus disalurkan sesuai dengan keperuntukannya. Penggunaan harta masjid secara umum terbagi menjadi 2 macam. Yaitu :
      1. Imaroh. Yaitu: segala kebutuhan masjid yang berkaitan dengan fisik masjid. Seperti pembangunan fisik, pagar, cat dan lain-lain. Termasuk dalam kategori ini, keperluan masjid yang berkaitan dengan kebersihan masjid dan peralatannya, seperi sapu dan lain-lain. Juga gaji yang diberikan untuk petugas kebersihan masjid.

      2.    Masholaeh, yaitu : segala kebutuhan yang berkaitan dengan kepentingan masjid, baik untuk keperluan fisik masjid sebagaimana dalam bagian pertama atau keperluan – keperluan lainnya, seperi karpet, penerangan masjid, pengeras suara, bahkan makanan yang disajikan untuk jamaah, jika diperlukan untuk meramaikan masjid, dan lain-lain. Bagian ini sifatnya lebih umum dibandingkan daripada bagian pertama.

Aset masjid yang berupa waqof. Harus disesuaikan dengan peruntukan waqof tersebut. Jika didapat dari hasil waqof untuk pembangunan masjid (imaroh), maka hasil waqof tersebut hanya dapat dipergunakan untuk pembangunan masjid, dan jika didapat dari hasil waqof untuk kebutuhan masjid(masholeh) atau tidak ada penjelasan secara rinci dari waqif(orang yang mewaqofkan),maka hasil waqof dapat dipergunakan untuk semua kepentingan masjid. Demikian pula aset masjid yang berupa milik(hasil hibah atau shodaqoh), jika penyumbang menyatakan pemberian tersebut hanya untuk pembangunan misalnya, maka sumbangan tersebut hanya dapat dipergunakan untuk hal yang berkaitan dengan pembangunan masjid. Dan apabila tidak dinyatakan, maka dapat dipergunakan untuk semua kepentingan masjid.

Hukum membuat hiasan atau aksesoris masjid. Menjadi perdebatan para ulama’. Ada yang memperbolehkan, asal tidak menggunakan uang masjid dan adapula yang mengharamkan. Sebagian yang lain menyatakan makruh, jika dapat mengganggu konsentrasi orang yang sholat. Menurut sebagian ulama’ madhab syafi’i. jika dimaksudkan untuk memperindah masjid sehingga nampak megah dan agung. Maka hukumnya adalah boleh, bahkan tergolong kabaikan.

        3. Menjaga dan merawat masjid.   

Salah satu tugas utama nadhir adalah menjaga dan merawat masjid agar tetap terawat sehingga terasa nyaman bagi pngunjung. Disamping merawat kondisi masjid, nadhir juga harus mengawasi penggunaan fungsi masjid dan segala aktifitas yang dimilikinya. Masjid dan fasilitas yang dimiliki tetap harus terjaga dari penggunaan yang bukan semestinya. Bagian fisik masjid tidak boleh dirubah atau dibongkar tanpa ada sebab yang menuntutnya. Menurut pendapat ulama’ madhab syafi’I, pembongkaran pembangunan masjid hanya boleh karna alasan yang mendesak. Seperti perluasan masjid, karna sudah tidak menampung para jamaah, arah qiblat masjid tidak tepat, sehingga harus dibongkar dan di luruskan tepat ke arah qiblat. Atau rapuhnya bangunan yang harus di renovasi. Rnovasi masjid tidak boleh dilakukan hanya karna alasan mengikuti model. Apabila dilakukan renovasi atau perluasan masjid karena perluasan atau banguna yang sudah rapuh, maka sisa bongkaran masjid harus disimpan jika masih dibutuhkan, untuk dipergunakan kembali. Dan jika tidak dibutuhkan lagi atau tidak memungkinkan untuk disimpan, maka boleh dijual, hasil dari penjualan sedapat mungkin dipergunakan untuk membeli barang sejenis.  Menurut syeikh muhammad bin abdurrohman Al-Ahdal, hasil dari penjualan dipergunakan untuk semua kemaslahatannya masjid. 

Inventaris aset masjid yang berupa milik, seperti karpet,speaker dan lain-lain yang dibeli dengan uang milik masjid hukumnya dapat dijual apabila diperlukan. Sedangkan yang di dapat dari waqof. (aset masjid berupa waqof) maka tidak boleh dijual. Penerangan masjid adalah satu fasilitas penting yang dimiliki masjid. Bahkan sunnah hukumnya menyediakan fasilitas lampu dan alas lantai di dalam masjid. Nadhir berkewajiban untuk memperhatikan penggunaan lampu penerangan masjid. Artinya penggunaan lampu harus disesuaikan dengan kebutuhan. Penggunaan lampu secara berlebihan hukumnya adalah Haram, karna pemborosan kas masjid. Pada malam hari ketika jamaah sudah tidak ada, seluruh penerangan masjid harus dimatikan, kecuali beberapa lampu kecil untuk penerangan bangunan masjid agar tetap terlihat megah.(ini sesuai dengan keterangan kitab Fatawa Al-kubro) 

Untuk menjaga keamanan masjid dan barang-barang yang dimiliki masjid, nadhir dibenarkan menutup pintu masjid sebagai langkah antisipasi. Masjid sebagai tempat beribadah harus terjaga kesuciannya, benda najis tidak boleh ada yang masuk kedalam masjid. Jika terlihat najis di dalam masjid, maka harus segera disucikan, adapun membawa sandal kedalam masjid, sebagaimana yang umum terjadi, hukumnya diperbolehkan apabila terjaga dari najis. Dengan cara dibungkus atau dibersihkan terlebih dahulu. Menurut para ulama’ mengajar anak – anak kecil di masjid hukumnya adalah di perbolehkan, dengan syarat harus menjaga mereka dari ramai-ramai, bermain dan mengotori masjid. Demikian juga makanan – makanan atau membagi makanan di dalam masjid. Pada dasarnya adalah diperbolehkan, kecuali apabila mengakibatkan kotornya masjid. 

Seyikh muhammad bin abdurrohman mengatakan : dan telah berlaku kebiasaan disebagian daerah, melaksanakan seperti hataman qur’an di dalam masjid, dan membagi-bagikan kopi manisan dan sesamanya. Juga terdapat anak - anak kecil, sehingga menyebabkan kotornya masjid. Yang demikian ini hukumnya adalah haram. Meskipun bershodaqoh sendiri adalah bagian dari ibadah. Akan tetapi apabila bersamaan dengan hal yang diharamkan maka dapat menjadi haram hukumnya. Dan jika mau menyelenggarakan acara tersebut, serta membagi-bagi shodaqoh, maka harus terjaga dari hal-hal yang diharamkan dalam masjid. Yakni mengotori masjid, tidak menghormati masjid dan anak kecil beramai-ramai di masjid. Lalu beliau berkata : sekiranya pembagian kopi atau manisan dan sesamanya dapat mengundang kehadiran anak anak kecil. Sehingga merusak kehormatan masjid, maka orang yang melaksanakan acara ini berdosa, karna perbuatan yang menyebabkan kemaksiatan tergolong perbuatan yang maksiat. Dan wajib bagi yang mampu untuk menjcegahnya, untuk mencegah. Apabila dengan kehadirannya menybabkan hilang kemungkaran ini, maka harus mendatanginya atau melarangnya, dan jika ia tidak mampu mencegahnya, maka haram untuk mendatanginya. Selanjutnya beliau berkata : dan berdosa para orang tua yang membiarkan anaknya merusak kehormatan masjid dengan bermain, ramai-ramai seperti umumnya anak-anak zaman sekarang.(ini sesuai dengan keterangan kitab Umadatu Al-mufti wa al-mustafti)

    Kesimpulannya, kita sebagai nadhir, harus betul-betul menjaga dan menjalankan aset masjid dengan secara hati-hati. (jangan dibuat sembarangan)  oke... :-) hanya itu dari saya, mudah mudahan bisa bermanfaan bagi kita semua. terutama yang menjadi nadhir atau takmir masjid. :-) 
       Wassalamualaikum WrWb. 

       Keterangan ini saya ambil ketika kursus waqof masjid madrasah dan pondok pesantren. yang dikursus oleh Ustd. Gus Muhib Pasuruan. Mudah-Mudahan Kita Mendapat Barokahnya beliau. Amin.... Ya Robbal Alamin. 

       12 Robiul Awal 1437 H.